Bandung – Rencana unjuk rasa jilid dua Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (SP3JB) yang semula dijadwalkan pada Senin, 25 Agustus 2025, resmi ditunda. Keputusan ini memicu beragam reaksi dari pelaku usaha wisata, pekerja transportasi pariwisata, hingga agen perjalanan di Bandung Raya.
Koordinator SP3JB, Herdis Subarja, menegaskan bahwa penundaan bukan berarti pembatalan. Menurutnya, langkah ini merupakan bagian dari strategi konsolidasi di tengah dinamika yang kian kompleks.
“Menunda aksi justru membuktikan perjuangan kita diperhitungkan banyak pihak. Ini bukan akhir, melainkan bagian dari proses perlawanan,” ujar Herdis dalam pesan konsolidasi yang beredar di internal SP3JB.
IPOBA dan SP3JB: Dua Arus, Satu Tuntutan
Herdis mengakui bahwa protes terhadap kebijakan Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat tentang pembatasan study tour sekolah mula-mula dipelopori oleh Ikatan Pengusaha Otobus Pariwisata (IPOBA). Bedanya, IPOBA memilih jalur diplomasi, sementara SP3JB hadir sebagai wadah baru bagi pekerja PO bus, agen travel, dan UMKM pariwisata dengan pendekatan lebih konfrontatif melalui aksi jalanan.
Herdis menambahkan, dukungan IPOBA sangat penting bagi keberlangsungan gerakan. Penundaan aksi pun merupakan bagian dari rekomendasi IPOBA agar perencanaan lebih matang.
Frustrasi dan Kekecewaan di Internal
Meski begitu, percakapan internal SP3JB memperlihatkan adanya frustrasi dan kekecewaan sebagian anggota. Sebagian mengkhawatirkan arah perjuangan mulai kabur, bahkan ada yang menilai aksi bisa blunder bila menyerang sekolah secara langsung.
“Cukup kebijakan gubernur yang dipersoalkan. Jangan sampai sekolah jadi sasaran, itu justru merugikan perjuangan kita,” ujar salah satu anggota.
Sementara itu, suara lain menyebut kebijakan gubernur telah “mengacak-acak ekonomi pariwisata” dan memukul UMKM, bahkan sampai melahirkan satire politik serta ekspresi emosional bernuansa spiritual.
Pertimbangan Agenda Aksi Lain
Padatnya agenda aksi di Bandung pada tanggal 25 Agustus juga menjadi faktor penundaan. Hari itu bersamaan dengan long march Bela Palestina dari Pusdai ke Balai Kota serta aksi lain terkait tuntutan pembubaran DPR.
Beberapa tokoh internal menilai, jika SP3JB tetap turun ke jalan di hari yang sama, potensi benturan dan kekacauan lalu lintas tidak terhindarkan.
Gagasan Boikot Antar-Daerah
Menariknya, sempat muncul wacana memperluas perlawanan hingga ke Jawa Tengah. Ada usulan agar asosiasi travel agent dan dinas pendidikan di wilayah tersebut diminta tidak mengizinkan sekolah mengadakan study tour ke Jawa Barat. Langkah ini dipandang sebagai tekanan ekonomi langsung kepada pemerintah provinsi.
Fokus Perlawanan: Gubernur, Bukan Sekolah
Pada akhirnya, mayoritas anggota SP3JB sepakat bahwa sasaran utama perlawanan tetaplah kebijakan gubernur, bukan sekolah. Menyerang sekolah dianggap kontraproduktif karena bisa menutup ruang kerjasama dengan pelaku wisata.
Jalan Panjang Perjuangan
Penundaan aksi jilid dua memperlihatkan dua sisi: di satu pihak, konsolidasi pelaku wisata makin kuat; di pihak lain, muncul polarisasi dan kebingungan arah gerakan.
Namun satu hal yang pasti, para pelaku wisata merasa terhimpit oleh kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang dinilai mengganggu ekosistem pariwisata sekaligus mengancam mata pencaharian ribuan pekerja.
Herdis menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa perjuangan belum usai:
“Perjuangan tidak akan berhenti sampai hak-hak kami kembali. Penundaan ini juga bentuk tanggung jawab kami untuk menjaga situasi kamtibmas agar tetap aman dan kondusif, terlebih di tengah padatnya agenda aksi di Bandung pada 25 Agustus yang berpotensi menimbulkan ketegangan bila digelar bersamaan.”